Menziarahi Kebudayaan di Keraton Kanoman

(Tari Topeng Cirebon di Keraton Kanoman/Dok. Pribadi)

“Jika Anda ingin memahami masa kini, Anda harus mencarinya pada masa lalu”. Semangat zaman saat ini mustinya tak jauh beda dengan apa yang diutarakan Pearl S. Buck itu. Sebab yang hadir dan terjadi saat ini, sejatinya juga pernah terpentaskan pada masa lalu. Pepatah Prancis menguatkan: le historie le repetete (tiap babak dalam sejarah sebenarnya hanya pengulangan dari sejarah sebelumnya). Karenanya, mengkaji sejarah kebudayaan menjadi begitu krusial. Tidak saja untuk mencari pecahan narasi diri yang hilang, tetapi untuk mereguk inspirasi agar bisa diterapkan di masa kini.

(Lawang Siblawong/Dok. Pribadi)
Salah satu jalan menekuni sejarah kebudayaan sebuah bangsa adalah dengan menziarahi peninggalannya. Baik fisik (bangunan, artefak, busana) maupun non-fisik (nilai, norma, etika, estetika). Berpijak pada hal itu, Keraton sebagai pusat segala hal-ihwal pada masanya, menjadi menarik untuk dikunjungi dan dikaji kembali.  

Dalam bayangan umum, imajinasi akan Keraton kerap tertumbuk pada nostalgia tentang betapa adiluhungnya budaya dan peradaban manusia-manusia pendahulu. Dalam imajinasi sedemikian, Keraton kerap diposisikan hanya sebatas peninggalan budaya yang dipajang sebagai etalase sejarah. 

Padahal, tidak semuanya demikian. Masih banyak Keraton yang kendati tidak lagi berfungsi sebagai pusat pemerintahan, ia tetap menjadi pusat kegiatan intelektualitas dan kebudayaan. Tak sekadar sebagai korpus mati yang tinggal menjadi nostalgia. Salah satu yang bisa disebut di sini adalah Keraton Kanoman.

Keraton ini terletak di Jl. Winaon, Kampung Kanoman, Kelurahan Lemah Wungkuk, kota Cirebon. Kendati tertutup oleh pejalnya pasar, itu tak mengurangi setitikpun kegagahannya yang membuktikan betapa majunya adab dan budaya orang dahulu. Keraton yang berdiri tahun 1681 M ini menyimpan banyak sekali kisah jatuh-bangunnya peradaban pesisir utara pulau Jawa. Seolah tiap inci tanahnya menyimpan pesan untuk dibaca generasi milenial-digital saat ini.
(Mande Mastaka/Dok. Pribadi)

Di dalamnya banyak sekali peninggalan budaya nan bersejarah. Dari mulai pintu Siblawong, Mande Manguntur, gerbang Ksiti Hinggil, bangsal Paseban, alat kesenian, seperangkat piranti perang, lonceng Raffles, langgar Kanoman, dan kereta perang Paksi Naga Liman yang memadukan unsur tiga kebudayaan besar: Arab, Tiongkok, dan India. Sebenarnya masih banyak lagi: Lumpang Alu, bangsal Witana, Mande Mastaka, Weringin Kurung dan seterusnya.
(Mande Manguntur/Dok. Pribadi)

Keraton Kanoman tidak saja terdiri dari peninggalan sejarah bernilai tinggi, melainkan semangat kebudayaan yang tak pupus sampai sekarang. Hingga detik ini Keraton Kanoman masih menjadi pusat magnet kegiatan-kegiatan budaya, agama, ataupun kajian akademik-ilmiah pelbagai kalangan. Banyak sejarawan, budayawan, filolog, arkeolog, maupun sastrawan yang menjadikan Kanoman sebagai tempat bertapa mengasah mental-intelektual-spiritual.

Di antara kegiatan budaya yang rutin digalakan di Keraton ini adalah: Ngalus, Tawurji, Ngapem, Memayu, Mipis, Ngalusi Bore, Ngose, Mungkus Slawat Alit, Nyisir Alit, Saji Buah, Panjang Mios, Pelal Alit, Medal Payung Krapyak, Mungkus Slawat Ageng, Panjang Jimat, Buang Takir, Tumpengan, dan masih banyak lagi.
(Pentas Tarian di Depan Lawang Siblawong/Dok. Pribadi)

Dus, Keraton ini tak hanya akan memanjakan para traveler maupun wisatawan yang begitu bersyahwat merekam fenomena melalui swa-foto maupun video. Lebih dari itu Keraton ini akan membawa setiap pengunjungnya ke puncak penjelajahan ruhani dan kognisi yang sebenarnya.

Karenanya, jika Bangkok mempunyai istana bersejarah Royal Grand Palace yang ikonik itu, maka Cirebon memiliki Keraton Kanoman dengan segala eksotisme nilai dan produk budaya yang dimilikinya. So, kapan Anda akan berkunjung ke Keraton ini?
(Sarasehan Budaya dengan Radhar Panca Dahana /Dok. Pribadi)






10 Responses to " Menziarahi Kebudayaan di Keraton Kanoman "

  1. Mengenal sejarah bisa dianalogikan seperti kita naik sepeda motor. Andai kita mau menyalip kendaraan didepan, kita mesti melihat spion agar kondisi di belakang bisa diketahui aman atau tidaknya.
    Mengenai sejarah pula tidak terlepas dari sebuah kebudayaan yg pernah atau bahkan sampai saat ini masih tetap dilestarikan. Misalnya keraton kanoman. Bagi saya budaya itu sesuatu yang mesti dijaga dan tetap lestari karena ini adalah cerminan dari identitas bangsa. Sebagai bangsa yang memiliki beragam suku, ras, etnik dan budaya saya sangat bangga dengan indonesia. Mengenai keraton kanoman ini sangat menarik. Kala itu saya ikut membaur dengan tradisi maulid nabi, akulturasi kebadayaan pun makin terasa.
    Jadi kutipan bung karno "JAS MERAH" tetap menggaung dan "LESTARI" selalu budaya kita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Analoginya menarik Oktavian.
      Kalau lagi ke Kanoman, jangan lupa mampir ke base camp Pustaka Wangsakerta. Di situ terdapat ribuan naskah langka yang bisa kita kaji untuk meneropong Cirebon di masa lalu dan masa depan. ^_^

      Hapus
  2. intinya mah jas merah... semangat truss,, kalo bisa sekalian dong min, share tentang makam sunang gunung jati,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siap. Insya Allah secepatnya request akan kami laksanakan. ^_^

      Hapus
  3. Ketika saya SMP, kebetulan sekolah saya itu cukup dekat dengan keraton kanoman. Namun hanya beberapa kali saya melewati dan berkunjung. Memang ketika memasuki keraton (bahkan melewati pasarnya saja) sudah terasa bahwa Cirebon mempunyai banyak sejarah dan budaya yang masih melekat di berbagai tempat. Salah satunya Keraton Kanoman. Saya rasa para mahasiswa yg ada di Cirebon dan sekitarnya harus mengunjungi Keraton Kanoman ini, agar bisa kembali memahami sejarah dan tidak meninggalkan begitu saja adat & budaya terdahulu. Menarik😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus itu. Biar mahasiswa zaman now tidak mengidap penyakit tuna budaya dan tuna sejarah. ^_^

      Hapus
  4. Keraton kanoman merupakan kebanggaan orang cirebon, tak terkecuali dengan saya, keraton kanoman juga merupakan salah satu bukti dari keberhasilan sunan gunung jati dalam menyebarkan agama Islam di tanah cirebon ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sayangnya selama ini Keraton yang satu ini kurang tereskpos secara maksimal. Padahal ada empat Keraton di Cirebon. Tapi yang terekspos hanya satu.

      Oleh karena itu, anak muda jangan bosan untuk mempromosikan khasanah wisata kebudayaannya ke khalayak ramai. ^_^

      Hapus
  5. Aroma kraton kanoman sangat terasa wanginya. Hingga para pengunjung merasa senang ketika hadir d sekitar maupun d dalamnya. Karena dikemas dengan penuh kekreatifan yang luar biasa.
    Namun banyak di jaman sekarang ketika melangkahkan kaki ke depan tanpa melihat sejarah kebudayaan diri sendiri. Hingga tidak tahu jati diri. Alhasil banyak yang melupakan bahkan berfikir kebudayaan kanoman bukan bagian dari diri.
    Berziarah kebudayaan di kraton kanoman ini salah satu cara agar seseorang mengetahui kebudayaan tersebut adalah bagian dari dirinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau Putri masuk ke Mande Mastaka, wah lebih dahsyat lagi. Di situ tempat dilantiknya raja-raja dari mulai Raja Kanoman pertama hingga detik ini.

      Ya, menziarahi tradisi sama halnya dengan menziarahi pedalaman diri sendiri. Itulah yang dinamakan makhluk kultural. ^_^

      Hapus