Babakan, 04 Juni 2012
Kepada
YTH:
Ir.
A. Helmi Faishal Zaini,
Menteri
Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT)
di
Singgasana Pengabdian
Assalamualaikum
Wr. Wb.
Salam
sejahtera, semoga rahmat Allah senantiasa menyertai segala derap hidup
perjuangan kita semua. Amin.
Sebelumnya,
saya mohon maaf atas kelancangan saya yang hendak membangun media korespondensi
dengan Pak Menteri. Sebagai rakyat cilik, sebenarnya saya canggung
membuat surat ini yang secara tidak langsung mengganggu aktivitas Pak Menteri.
Tapi,
saya pikir, kepada siapa lagi saya mengadukan masalah ini selain ke Pak
Menteri? Saya sudah coba adukan ikhwal ini kepada salah satu staf Kemdikbud,
tapi tak berbalas. Sempat terpikir untuk
melaporkan masalah ini ke pemerintah daerah (utamanya Disdik), tapi saya sangsi
hati mereka akan tersentuh.
Karena
itu, kepada siapa lagi saya mengetuk hati nurani selain kepada putra mahkota
daerah kami sendiri? Berangkat dari semangat itulah, maka izinkanlah saya untuk
sedikit membagi satu permasalahan yang membuat saya tidak bisa tidur nyenyak
beberapa hari ini, Pak Menteri.
Langsung
saja, beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 02 Juni, ada seorang gadis belia
yang girang bukan kepalang karena baru saja lulus UN tingkat MTS. Ia sujud
syukur karena keinginannya untuk segera menapakkan kaki di tingkat SLTA (sesuai
impiannya dari dulu) kini sudah berada di depan mata.
Tapi
kebahagiaan itu tak berselang lama, Pak Menteri. Lantaran sesampainya di rumah,
sang Ibu yang sudah dua tahun bekerja sebagai TKW di Saudi Arabia, memberi kabar
yang membuat sang anak menjerit sekeras-kerasnya. Kabar itu adalah keengganan
sang Ibu untuk merealisasikan mimpi anaknya melanjutkan ke tingkat SLTA karena
langkanya biaya.
Sang
Ibu sudah tak kuat lagi berlama-lama bekerja di Sahara Arabia yang tak kenal
perikemanusiaan. Sang Ibu ingin segera pulang untuk membuka warung sayur mayur
kecil-kecilan untuk kelanjutan hidup diri dan anak-anaknya di Tanah Air
tercinta.
Kini,
anak itu tengah berada di situasi yang terberat dalam hidupnya, Pak Menteri:
antara menuruti perintah Ibunya untuk tidak melanjutkan sekolah, atau tetap
sekolah sambil mengalami sejuta kebingunan dari mana biayanya?
Karena
perlu Pak Menteri tahu, tiga tahun yang lalu, ketika usianya baru saja
menginjak angka 11 (tepat ketika ia kelas VI SD), ia ditinggal orang yang
sangat dicintainya, orang yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga,
orang yang membuat Ibunya akhirnya memutuskan untuk menjadi TKW di Saudi demi
keberlangsungan hidup anak-anaknya. Orang itu tak lain adalah sang Ayah
tercinta. Sang Ayah dipanggil Yang Maha Kuasa ketika usia sang gadis masih
sangat belia.
Anak
itu bernama Siti Khomsiatun. Ia bersekolah di MTS Negeri Babakan, Pak Menteri.
Ia berasal dari Desa Gembongan Induk, Blok II, RT/W: 03/04, Kec. Babakan, Kab.
Cirebon, 45191. Tentu alamat ini tak asing di memori kognitif Pak Menteri
bukan?
Maka,
dengan perantara surat ini, saya sebagai warga desa Gembongan, sebagai rakyat cilik
Kec. Babakan yang sangat bangga karena melahirkan seorang Menteri, sebagai
warga negara yang selalu patuh pada NKRI, dan terlebih lagi sebagai manusia
yang tak kuat melihat penderitaan sesama di sekelilingnya, ingin mengetuk hati
nurani Pak Menteri dari tragedi ini.
Tragedi
yang sungguh-sungguh mengiris hati nurani kita sebagai manusia. Tragedi yang
menyadarkan kita bahwa: betapa masih berseraknya manusia yang kurang beruntung
di negeri ini. Tragedi yang membuka kran pikiran batin kita bahwa begitu
mewahnya pendidikan di kalangan masyarakat grass root seperti kami.
Tragedi yang memotret ketimpangan ekosospolbud bangsa ini.
Besar
harapan saya akan uluran tangan Pak Menteri. Oleh karena itu, jika setelah
membaca surat ini Pak Menteri tergerak
untuk segera menanggapi tragedi anak manusia ini, Pak Menteri bisa menghubungi
saya via email ini maupun nomor: 081321439393.
Sungguh,
anak itu begitu membutuhkan bantuan Pak Menteri. Sungguh, anak itu bisa menjadi
potensi bagi lingkungan sekitarnya (karena saya mafhum akan prestasi
sekolahnya). Sungguh, tahun ajaran baru sudah tak lama lagi. Maka, semakin
cepat tanggapan yang Pak Menteri lakukan, maka semakin besar harapan untuk
menyelamatkan masa depan anak itu.
Sekian
dulu surat dari saya ini. Saya mohon sejuta maaf jika ada kata atau bahasa yang
kurang berkenan di hati Pak Menteri. Kebenaran hanya milik Allah. Kekhilafan
hanya milik manusia.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Wargamu
M.
Khoirul Anwar KH.
Keluarlah dari rumah istana bapak, atau kalau nggak sempat tengoklah dari bilik jendela istana pak menteri. supaya tau bahwa ada anak negeri yang bercita2 tinggi namun terbunuh oleh syistem yang anarki...
BalasHapusDengar Pak!!
Rukhi Idea:
HapusPak menteri terlalu sibuk mas, hingga tak sempat mengurusi masalah "remeh-temeh" seperti ini.
Sudah berlalu tanpa ada hasilnya.
BalasHapusSudah berlalu tanpa ada hasilnya.
BalasHapus